Zat Berbahaya Lingkungan Mengembangkan Serangan Asma, Kemenkes Fokus Perkuat Layanan Primer
Dokterku.co.id – JAKARTA – Menteri Koordinator Luhut Binsar Pandjaitan baru-baru ini menyoroti peningkatan signifikan biaya subsidi kesehatan, yang dimaksud diperkirakan mencapai Rp38 triliun akibat polusi udara . Pencemaran ini telah terjadi meningkatkan prevalensi penyakit respirasi, seperti asma , yang tersebut merupakan salah satu penyulut kematian tertinggi di area dunia.
Kepala Biro Komunikasi dan juga Pelayanan Publik Kementerian Aspek Kesehatan (Kemenkes) dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, menegaskan pentingnya bukan meremehkan dampak polusi udara terhadap kesehatan. Terutama risiko asma. Berdasarkan data Global Burden Diseases 2019 Diseases and Injuries Collaborators, asma termasuk di lima penyakit respirasi faktor kematian tertinggi di area dunia, selain penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), pneumonia, karsinoma paru, dan juga tuberkulosis.
Prevalensi asma dalam Indonesia cukup mengkhawatirkan, dengan sekitar 7 persen atau sekitar 18 jt individu terkena asma pada 2022. Di mana kondisi ini semakin diperparah oleh tingkat polusi yang digunakan memprihatinkan, yang digunakan memerlukan tindakan mendesak kemudian tegas untuk melindungi kebugaran masyarakat. eksekutif merespons dengan meningkatkan kekuatan layanan kebugaran primer. Termasuk penyediaan alat spirometri pada puskesmas serta pelatihan dokter untuk mendiagnosa asma.
“Polusi udara dapat memicu serangan asma, maka pemerintah fokus pada menguatkan layanan primer agar bisa jadi mengdiagnosa asma dan juga memberi penanganan medis dengan tujuan untuk melakukan konfirmasi penduduk dengan asma miliki akses ke layanan kondisi tubuh yang dimaksud tepat juga berkualitas,” kata Nadia.
“Upaya penguatan faskes primer meliputi penyediaan alat spirometri untuk puskesmas. Spirometri sudah ada mulai disediakan dengan nakes yang mana telah lama dilatih, meningkatkan kemampuan dokter untuk mengdiagnosa asma serta menjamin pasien memiliki akses ke obat yang digunakan sesuai dengan tatalaksana medis,” lanjutnya.
Namun, tantangan besar tetap saja ada, seperti kurangnya obat inhalasi pengontrol pada puskesmas. Hal ini menyebabkan sejumlah pasien asma dirujuk ke rumah sakit, meningkatkan biaya kemudian risiko kesehatan. Kemenkes sama-sama para pemangku kepentingan berjanji untuk menguatkan infrastruktur kebugaran primer agar penanganan penyakit seperti asma lebih besar efektif kemudian efisien.
“Yang tak masuk di kompetensi 144 penyakit, baik dari gejala klinis yang makin berat, perberatan penyakit, tiada tersedia sarana kemudian prasarana untuk mengobati kemudian obat yang mana dibutuhkan merupakan kompetensi FKRTL,” jelas Nadia.
Ketua Komunitas Kerja Asma lalu PPOK Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Dr. Budhi Antariksa, SpP(K) mengungkap bahwa obat-obat yang tersebut ketika ini tersedia pada puskesmas semata-mata untuk tatalaksana asma akut, tak dapat digunakan untuk tatalaksana asma jangka panjang yang mana menyebabkan pasien harus dirujuk ke rumah sakit yang mana mempunyai akses terhadap obat yang digunakan sesuai.
Meskipun asma telah termasuk pada kompetensi dasar dokter umum pada puskesmas, PDPI mengingatkan pemerintah harus bekali puskesmas dengan obat inhalasi pengontrol. “Itu benar dokter umum telah dibekali ilmu kompetensi untuk 144 penyakit, termasuk asma bronchial, tapi kalau obat pengontrol belum tersedia di dalam puskesmas, dokter puskesmas harus merujuk pasien asma ke rumah sakit untuk mendapatkan terapi spesialistik sesuai anjuran BPJS,” ucap Budhi.
- IDAI Tegaskan Penyebab Diabetes pada Anak lantaran Gaya Hidup Tidak Sehat, Bukan Susu UHT - August 19, 2024
- Ahli Gizi Tanggapi Usulan Gibran Ganti Nasi dengan Mi di dalam Makan Siang Gratis - August 19, 2024
- Kenapa Orang Korea Jarang Bau Badan? Ini adalah Rahasianya - August 19, 2024
- Deteksi Asma Sejak Dini, Skrining PARS Efektif bagi Anak - August 19, 2024
- 7 Ciri Ginjal Bermasalah, Salah Satunya Mudah Lelah - August 19, 2024
